Musuh kita pada zaman sekarang unggul dalam tiga hal: kebisingan, ketergesaan, dan kerumunan orang. Jika ia tetap dapat menyibukkan kita dalam banyak hal, maka ia sudah merasa puas. Dokter penyakit jiwa, C.G. Jung pernah berkata, "Ketergesaan itu bukan dari Iblis; melainkan adalah Iblis"
Jika kita berharap untuk bisa bergerak lebih jauh daripada kedangkalan budaya kita--termasuk budaya keagamaa-- kita harus bersedia untuk turun ke tempat sepi, ke alam renungan batin. dalam tulisan-tulisan mereka, semua tokoh yang terkenal dalam meditasi telah berusaha untuk membangkitkan kita pada kenyataan bahwa alam semesta ini jauh lebih besar dari apa yang kita ketahui, ada bagian-bagian kedalaman yang maha luas yang belum dijelajahi yang sama nyatanya dengan dunia fisik yang kita ketahui dengan baik. Mereka memberitahu tentang kemungkinan-kemungkinan yang mengherankan untuk memperoleh kebebasan dan hidup baru. Mereka mengajak kita untuk berpetualang, merintis daerah perbatasan dunia roh. Walaupun kedengarannya aneh bagi telinga orang masa kini, seharusnya kita tanpa merasa malu mendaftarkan diri untuk belajar dalam sekolah doa renungan ini.
Kesalahpahaman yang dapat Dimengerti
Seringkali kita dipertanyakan apakah meditasi itu bisa disebut sebagai sifat Kristen. Bukankah meditasi itu secara khusus dilakukan agama-agama Timur? Kapan saja saya berbicara kepada sebuah kelompok tentang meditasi sebagai Disiplin Kristen yang klasik, selalu ada orang yang heran. "Saya kira TM (transcendental meditation) adalah kelompok yang selalu melakukan meditasi". "Anda toh tidak akan memberikan mantera untuk kami ucapkan!"
Merupakan komentar yang menyedihkan mengenai keadaan rohani kekristenan masa kini kalau meditasi merupakan kata yang asing bagi teling orang Kristen. Mediatsi selalu merupakan bagian utama dari ibadah kristiani, persiapan penting dan tambahan bagi pelayanan doa. Tak sangsi lagi bahwa sebagian meningkatnya minat terhadap meditasi dunia Timur disebabkan karena gereja telah menghapuskan kebiasaan ini. seorang mahasiswa yang ingin mengetahui ajaran kristen mengenai meditasi pasti akan merasa sangat kecewa bila menemukan bahwa hanya ada sedikit orang sekarang ini yang dengan sungguh-sungguh melakukan doa kontemplatif (yang membangkitkan renungan) dan hampir semua karya tulis mengenai pokok ini berusia tujuh abad atau lebih. Tidak heran jika ia beralih kepada Zen (aliran agama Budha yang sangat berpengaruh di Jepang), Yoga, atau TM.
Meditasi tentu sudah tidak asing bagi para penulis Alkitab. "Menjelang senja Ishak sedang keluar untuk berjalan-jalan (bermeditasi, versi King James) di padang" (Kejadian 24:63). "Apabila aku ingat kepadaMu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam" (Mazmur 63:7). Orang-orang ini dekat dengn hati Tuhan. Allah berbicara kepada mereka bukan karena mereka memiliki kemampuan khusus, tetapi oleh karena mereka bersedia untuk mendengarkan Dia. Kitab Mazmur benar-benar menyanyi tentang meditasi umat Allah tentang hukum-hukum Tuhan. "Aku bangun mendahului waktu jaga malam untuk merenungkan janji Mu" (Mazmur 119:148). Mazmur yang memulai seluruh kitab Mazmur memanggil seluruh umat untuk berusaha menyamai "orang yang barbahagia" yang "kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam" (Mazmur 1:2)
Selama berabad-abad, para
pengarang Kristen telah berbicara tentang cara mendengarkan Allah, berkomunikasi dengan Sang Pencipta langit dan
bumi, mengalami kasih dari Dia yang mengasihi dunia selama-lamanya. Para pemikir
yang baik seperti Augustinus, Fransiskus dari Asisi, Francois Fenelon, Madame
Guyon, Bernard dari Clairvaux, Francis de sales, Yuliana dari Norwich, Saudara
Lawrence, George Fox, John Woolman Evelyn Underhill, Thomas Merton, Frank
Laubach, Thomas Kelly, dan banyak lagi lainnya telah berbicara tentang jalan
ini yang lebih utama.
Alkitab mengatakan bahwa "pada hari Tuhan"
Yohanes "dikuasai oleh Roh" ketika ia menerima visium yang bersifat
nubuat (Wahyu 1"10). Mungkinkah Yohanes telah terlatih untuk mendengarkan
dan melihat dalam suatu cara yang telah kita lupakan? R.D. Laing menulis,
"Kita hidup dalam dunia sekuler....Ada nubuat dalam kitab Amos bahwa
saatnya akan datang ketika akan tejadi kelaparan di negeri, bukan kelaparan
akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan Firman
Tuhan" waktu itu telah tiba, yaitu zaman sekarang ini.
Marilah kita memberanikan diri untuk berpihak pada
tradisi Alkitab dan sekali lagi belajar cara meditasi zaman dulu (tetapi sesuai
dengan masa kini). Biarlah kita bergabung bersama Pemazmur dan menyatakan,
"Tetapi aku akan merenungkan titah-titahMu" (Mazmur 119: 78)
Ada juga orang yang merasa bahwa gagasan Kristen
tentang meditasi sama artinya dengan konsep meditasi yang menjadi pusat agama
Timur. Dalam kenyataan kedua gagasan ini berbeda jauh sekali. Meditasi Timur
merupakan upaya untuk mengosongkan pikiran; meditasi Kristen merupakan upaya
mengosongkan pikiran agar dapat diisi. Dua pandangan ini amat berbeda.
Segala macam meditasi model Timur menekankan perlunya
melepaskan pikiran dari dunia. Yang dipentingkan ialah kehilangan kepribadian
dan individualitas serta menyatu dengan Pikiran Kosmis. Ada kerinduan untuk
terlepas dari beban dan kesedihan hidup ini dan diangkat ke dalam kebahagiaan
yang pasif dan tanpa usaha di Nirwana. Identitas pribadi terhilang dalam
genangan kesadaran kosmis. Pelepasan ini merupakan tujuan akhir dari agama
Timur. Merupakan pelarian dari roda keberadaan manusia yang penuh sengsara. Tidak
ada Allah yang dapat didekati atau pun didengar. Zen dan Yoga merupakan
bentuk-bentuk populer dari pendekatan ini. Meditasi Transendental (MT)
bersumber pada agama Budha juga, tetapi dalam bentuk Baratnya merupakan suatu
penyimpangan. Dalam bentuk populernya, TM merupakan meditasi orang materialis. Untuk
mempraktekannya saudara sama sekali tidak perlu percaya dalam dunia rohani. Meditasi
jenis ini hanya merupakan metode untuk mengendalikan gelombang-gelombang otak
agar bisa memperbaiki kesehatan emosional dan fisiologis. Bentuk TM yang lebih
tinggi lagi melibatkan hal-hal yang bersifat rohani dan mempunyai ciri-ciri
yang sama dengan semua agama Timur lainnya.
Meditasi Kristen jauh melampaui gagasan pelepasan
diri. Memang ada perluny auntuk melapaskan diri--"sabat kontemplasi"
seperti dikatakan oleh Peter dari Calles seorang biarawan Benediktijn abad
ke-12. Tetapi kita harus melangkah terus sampai mencapai hubungan. Melepaskan diri
dari semua kekacauan yang mengelilingi kita agar dapat mempunyai hubungan yang
lebih erat dengan Allah dan sesama manusia. Meditasi Kristen membawa kita
kepada keutuhan batin yang perlu agar kita dapat memberi diri dengan leluasa
kepada Tuhan, dan juga kepada persepsi rohani yang untuk menyerang kejahatan
dalam masyarakat. Dalam hal ini, mediatasi Kristen merupakan disiplin yang
paling praktis..
Ada bahayanya jika kita berpikir hanya dari segi
pelepasan diri, seperti yang Tuhan Yesus terangkan dalam cerita-Nya tentang
seorang yang telah mengosongkan dirinya dari yang jahat tetapi tidak dipenuhi
dengan hal-hal yang baik. "Apabila roh jahat keluar dari manusia...ia
keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka
masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk daripada
keadaannya semula" (Lukas 11:24-26)
Beberapa orang yang menghindari meditasi oleh karena
takut hal itu terlalu sulit, terlalu rumit. Mungkin lebih baik jika diserahkan
kepada para ahli yang memiliki waktu lebih banyak untuk menyelidiki
masalah-masalah batin. Tidak sama sekali! Orang-orang yang diakui sebagai ahli
dalam bidang ini tidak pernah mengatakan bahwa jalan yang mereka tempuh itu
hanya untuk beberapa orang yang istimewa saja atau tokoh-tokoh besar dalam kerohanian.
Mereka akan menertawakan ide seperti itu. Mereka merasa bahwa apa yang sedang
mereka lakukan itu merupakan kegiatan manusia biasa-- sama wajarnya dan sama pentingnya
dengan bernapas. Mereka akan mengatakan bahwa kita tidak perlu bakat khusus
atau kekuatan batin. Yang perlu kita kerjakan hanyalah mendisiplinkan dan
melatih kemampuan-kemampuan yang terpendam di dalam diri kita. Setiap orang yang
dapat menyadap kekuatan imajinasi dapat belajar untuk bermeditasi. Jika kita
mampu untuk mendengarkan mimpi-mimpi kita, maka kita sedang mengambil
langkah-langkah pertama. Thomas Merton, orang yang memahami meditasi,
berkata,"Meditasi itu sebenarnya amat sederhana, tidak perlu ada banyak teknik
yang rumit untuk mengajar kita bagaimana melakukannya"
Akan tetapi agar kita tidak tersesat, kita harus
mengerti bahwa pekerjaan ini tidak bersifat sembrono. Kita tidak mendatangi
seorang pesuruh kosmis. Meditasi adalah suatu pekerjaan yang serius bahkan
berbahaya. Yang dibutuhkan ialah pemikiran dan energi kita yang terbaik. Jangan
sekali-kali melakukan meditasi untuk iseng-iseng saja atau karena orang lain
juga melakukannya. Mereka yang melakukan meditasi dengan setengah hati pasti
akan gagal. P.T.Rohrbach telah menuliskan, "Persiapan menyeluruh yang
terbaik untuk berhasil dalam meditasi adalah keyakinan pribadi dan pentingnya
meditasi itu dan ketetapan hati yang teguh untuk bertekun dalam
melakukannya" seperti pekerjaan serius lainnya, tahap-tahap permulaan
dalam belajar bermeditasi adalah lebih sulit; setelah kita
mahir--berpengalaman---bermeditasi akan termasuk pola-pola kebiasaan yang
mendarah daging. "Menanti Tuhan bukanlah bermalas-malas," kata
Bernard dari Clairvaux, 'tetapi merupakan pekerjaan yang terberat dari semua pekerjaan
lainnya bagi orang yang bukan ahli di bidang ini".
Ada juga orang yang memandang jalan bermeditasi ini sebagai tidak praktis
dan sama sekali tak berkaitan dengan abad ke-20. Ada ketakutan bahwa
bermeditasi akan menjadikan kita seperti tokoh yang pernah diabadikan oleh
Dostoevski dalam bukunya The Brothers Karamazou-- yaitu bapak Ferapont yang
asketis, seorang yang keras, berlagak suci, dan yang dengan usahanya sendiri
telah melapaskan diri dari dunia, kemudian mengutuki dunia. Paling banter,
meditasi semacam itu hanya akan menimbulkan sikap alami yang tak sehat yang
membuat kita tidak peka terhadap penderitaan umat manusia.
Evaluasi yang seperti itu salah sama sekali. Sebenarnya
meditasi ialah satu-satunya cara yang dapat mengarahkan kembali hidup kita
secara memadai sehingga kita dapat berhasil dalam menghadapi hidup ini. Thomas
Merton menulis, "Meditasi tidak ada gunanya dan tidak mempunyai realitas
jika tidak berakar teguh dalam hidup ini. Secara historis, tidak ada golongan
yang lebih menekankan perlunya memasuki ketenangan untuk mendengarkan daripada
golongan Quaker dan hasilnya adalah dampak sosial yang vital yang jauh melebihi
jumlah mereka. Tokoh-tokoh di bidah kontemplasi itu sendiri adalah pria dan
wanita yang aktif. Meister Eckhart menulis, "Bahkan jika seseorang sedang
bersemedi seperti rasul Paulus dan mengetahui tentang seseorang yang memerlukan
makanan maka lebih baik ia memberi makan kepadanya daripada terus
bersemedi"
Seringkali meditasi akan memberikan wawasan yang amat
praktis, yang dapat dikatakan biasa-biasa saja. Akan datang arahan bagaimana
harus berhubungan dengan istri atau suami, bagaimana menanggulangi persoalan
yang peka ini atau situasi bisnis itu. Lebih dari satu kali saya telah menerima
petunjuk bagaimana saya harus bersikap ketika memberi kuliah. Sangatlah indah
jika suatu meditasi khusus membuat kita memasuki suasana trans (terputus dengan
sekelilingnya), tetapi jauh lebih bermanfaat apabila kita diberi petunjuk dalam
menghadapi masalah-masalah manusia yang lazim. Morton Kelsey telah mengatakan :
Apa yang kita lakukan
dengan hidup ini yang mengarah keluar, yaitu betapa baiknya kita memperhatikan
orang lain, merupakan sebagian dari meditasi juga sama seperti apa yang kita
lakukan dalam ketenangan dan yang mengarah ke dalam. Sesungguhnya meditasi
kristiani mengalami korsleting bila tidak mengadakan perubahan dalam mutu
kehidupan lahiriah seseorang. Mungkin keinginan bermeditasi akan berkobar-kobar
untuk sementara waktu, tetapi jika tidak menghasilkan hubungan-hubungan yang
lebih berharga dan lebih pengasih dengan sesama manusia atau tidak mengubah
berbagai situasi di dalam dunia yang menyebabkan penderitaan manusia, maka
mungkin kegiatan doa orang itu akan mengalami kegagalan"
Mungkin kesalahpahaman
yang paling umum adalah menganggap meditasi sebagai manipulasi psikologis dalam
bentuk agama. Mungkin amat berguna untuk menurunkan tekanan darah atau untuk
meringankan tekanan batin. Mungkin juga meditasi itu akan menolong kita dengan
memberikan wawasan-wawasan yang berarti dengan menolong kita untuk berhubungan
dengan pikiran bawah sadar kita. Tetapi gagasan hubungan dan persekutuan yang
sesungguhnya dengan suatu lingkungan keberadaan rohani kedengarannya tidak
sesuai dengan ilmu pengetahuan dan sama sekali tidak masuk akal. Jika saudara
merasa kita hidup dalam alam fisik semata-mata, saudara akan memandang meditasi
sebagai cara terbaik untuk memperoleh gelombang alfa yang tetap dalam otak.
(Justru kesan ini yang coba diproyeksikan oleh TM, yang membuatnya sangat
menarik bagi manusia sekuler yang modern). Tetapi jika saudara percaya bahwa
kita hidup dalam alam semesta yang diciptakan Allah yang tidak terbatas yang
merindukan persekutuan kita bersama-Nya, saudara akan melihat meditasi sebagai
komunikasi antara Sang Pengasih dan orang yang dikasihi. Seperti yang dikatakan
Albert Agung, "Kontemplasi orang kudus dinyalakan oleh kasih oknum yang
direnungkan yaitu Allah"
Kedua konsepsi tentang
meditasi ini amat bertentangan. Yang satu membatasi kita pada pengalaman
manusiawi semata-mata, yang lain meluncurkan kita ke perjumpaan antara manusia
dan Allah. Yang satu berbicara mengenai penjelajahan alam bawah sadar, sedang
yang lain bicara tentang "perhentian di dalam Dia yang telah kita temukan,
Yang mengasihi kita, Yang menarik kita kepada diri-Nya". Keduanya bisa
kedengaran ada hubungan dengan agama bahkan memakai istilah-istilah agama,
tetapi meditasi yang terlebih dahulu disebut tidak mungkin memberi tempat
kepada realitas rohani.
Kalau demikian,
bagaimana kita bisa percaya akan dunia roh? Dengan iman yang buta? Sama sekali
tidak. Realitas batin dunia rohani tersedia bagi setiap orang yang mau
mencarinya. Sering saya menemukan bahwa mereka yang dengan bebas menolak dunia
roh, mereka itu belum pernah meluangkan sepuluh menit pun untuk menyelidiki
apakah dunia semacam itu ada atau tidak. Seperti halnya sama dengan usaha
ilmiah lainnya, kita membentuk suatu hipotesa dan mengadakan percobaan untuk
melihat apakah hal itu benar atau tidak. Jika percobaan pertama gagal, kita
tidak lantas putus asa atau menganggap semuanya itu tipuan. Kita meneliti
kembali prosedur kita, mungkin harus menyesuaikan hipotesa kita dan kemudian
mencobanya kembali. Setidak-tidaknya kita harus mempunyai kejujuran untuk
bertekun dalam pekerjaan ini dalam tingkat yang sama seperti yang akan kita
lakukan di bidang pengetahuan lainnya. Kenyataan bahwa begitu banyak orang
tidak bersedia untuk melakukan demikian itu memperlihatkan bukan kecerdasan
mereka, melainkan prasangka buruk mereka........ (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar